Eufemisme juga merupakan sebuah gaya bahasa yang berupa ungkapan-ungkapan yang tidak menyinggung perasaan orang, atau ungkapan-ungkapan yang halus untuk menggantikan acuan-acuan yang mungkin dirasakan menghina, menyinggung perasaan, atau mensugestikan sesuatu yang tidak menyenangkan(Keraf, 1996:132). Jadi, dapat dikatakan eufemisme terjadi karena adanya keinginan dari pengguna bahasa untuk merekayasa asosiasi makna yang enak didengar dari kata yang memiliki asosiasi yang tidak dikehendaki,. Tujuannya adalah membuat komunikasi bahasa berjalan dengan baik dan tidak menampar muka lawan bicara. Oleh karena itu, jika ada hal yang tidak enak didengar atau dapat menyinggung perasaan pihak-pihak tertentu, maka saat itulah eufemisme hadir sebagai jalan keluar bagi komunikasi bahasa yang baik. Dalam komunikasi politik, eufemisme diperlukan untuk menghindari ketakberterimaan dari sasaran komunikasi. Seperti kata pemekaran wilayah yang arti sebenarnya pemecahan wilayah. Kata pemecahan tidak dipilih karena maknanya dapat mengganggu fungsi negara kesatuan. (Susanti, Bahasa Sastra Indonesia)
Kata eufemisme berasal dari bahasa Yunani euphemisme yang artinya berbicara baik. Eufemisme juga berarti elegan, halus, lemah lembut, meletakkan rapi dan baik yang dinyatakan. Ini dipakai untuk menyebut sesuatu yang dirasakan mengganggu atau tidak enak, agar terdengar lebih enak atau menjadi yang sebenarnya. Caranya adalah dengan mengganti kata-kata yang memiliki konotasi ofensif dengan ungkapan lain yang menyembunyikan kata yang tidak enak tersebut, dan bahkan menjadi sebutan yang sifatnya positif (Leech,2003:71). Seperti misalnya untuk mengatakan pemecatan bagi anggota DPR (Dewan Perwakilan Rakyat) dikatakan recall, hal ini karena untuk menyatakan langsung pemecatan terasa tidak enak, maka digunakan kata recall yang artinya menarik kembali tugas anggota DPR dari yang bersangkutan, hal ini biasanya karena yang bersangkutan melakukan kesalahan. (Azwardi)