Random Post
to show post by tag/label, fill tagName like this: ex:label blogger ---> tagName:"blogger" to show recent post change RandompostActive value to false like this : RandompostActive:false
Friday 15 May 2015

10:55
Oleh Rahmad Nuthihar


Keputusan Anies Baswedan menandatangani Permendiknas Nomor 5 Tahun 2015  tertanggal 12 Maret 2015, sepertinya jauh dari harapan. Ujian Nasional (UN) yang semestinya berlangsung jujur, ternodai dengan ulah pihak-pihak yang ingin mendapatkan keuntungan sepihak. Pembocoran soal melalui google drive, joki UN, sebenarnya hal itu dapat diantisipasi bila semua pihak mengetahui hakikat UN pada 2015 bukanlah penentu kelulusan siswa melainkan melihat pemetaan mutu satuan pendidikan.

Sehubungan dengan itu, editorial Serambi Indonesia (SI) Sabtu, (18/4) menyatakan dengan tegas bahwa jika UN tetap dipertahankan, para pelaku yang mencurangi UN haruslah mendapat hukuman setimpal demi terciptanya kejujuran dalam UN. Hal ini sebenarnya sudah diamanatkan dalam Permendiknas Nomor 5 Tahun 2015  Pasal 5, di mana bunyi pasal tersebut “Perseorangan, kelompok, dan/atau lembaga yang terlibat dalam pelaksanaan UN wajib menjaga kejujuran, kerahasiaan, keamanan, dan kelancaran pelaksanaan UN.” Lalu mengapa praktiknya tidak sesuai harapan? Lagi-lagi jawabannya adalah tidak adanya sanksi yang tegas.

Saya sangat sepakat dengan editorial SI tersebut yang menyatakan bahwa setiap kebijakan yang diterapkan haruslah melalui banyak pertimbangan. Peran sekolah harusnya mengutamakan kualitas belajar proses belajar mengajar. Apabila hal ini diterapkan, tentulah soal pilihan ganda (multiple choice) yang rata-rata paling banyak terdiri atas 50 butir dapat dijawab dengan mudah oleh siswa. Sebagaimana peribahasa Aceh, ‘nabsu keulaba dong binèh rugoe, nabsu keunama dong binèh mate, nabsu seulamat tapeuhimat droe, nabsu keu pujoe dong binèh ceula (ingin memperoleh laba berdiri di pinggir rugi, ingin memperoleh nama berdiri di pinggir kematian, ingin selamat berhemat diri, ingin memperoleh pujian berdiri di pinggir celaan) (Hasyim, 1987:205). Melihat kondisi berlangsungnya UN tingkat SMA/MA pada13-15 April 2015 lalu, kiasan dari peribahasa di atas, tidaklah bermakna apa-apa. Yang mana seharusnya mengajarkan kita agar setiap perbuatan haruslah disertai dengan kegiatan, keberanian, dan kejujuran kandas sudah.

Tidak terlepas dari persoalan tersebut, UN tingkat SMA/MA memang sudah berlangsung dan para siswa tidak perlu cemas dan risau akan nilai yang diperolehnya dari perngerjaan soal karena UN kali ini asal ada (meukana mantong). Hal ini disebabkan kelulusan peserta didik dari SMP/MTs, SMPLB, SMA/MA/SMAK/SMTK, SMALB, SMK/MAK ditetapkan oleh setiap satuan pendidikan yang bersangkutan dalam rapat dewan guru (Pasal 5, Permendiknas No. 5 2015). Begitu pun dengan UN tingkat SMP/MTs yang akan berlangsung pada 4-6 Mei 2015, para guru diharapkan mengendepankan nilai profesionalisme akademik sehingga kejadian seperti joki ditanggkap saat UN (SI, Jumat 17/4/2015) tidak perlu terulang kembali di tingkat SMP/MTs.

Sekadar mengingatkankan kembali, UN pada 2015 ini memiliki tiga tujuan di antaranya: (1) digunakan untuk pemetaan mutu program dan/atau satuan pendidikan; (2) pertimbangan seleksi masuk jenjang pendidikan berikutnya; dan (3)  pertimbangan dalam pembinaan dan pemberian bantuan kepada satuan pendidikan dalam upayanya untuk meningkatkan mutu pendidikan (Pasal 21, Permendiknas No. 5). Lantas perbuatan tercela seperti mencontek massal, kong-kalikong pengawas dari luar dengan pihak sekolah yang diawasi, menjual soal, dan membocorkan kunci jawaban melalui internet, sebagaimana dimuat dalam editorial SI, cukup terakhir kalinya terjadi pada jenjang SMA/MA dan jangan terulang kembali pada jenjang SMP/MTs. Kesuksesan UN akan mententukan kesuksesan guru dalam mengajar. Mari kita tinggalkan pekerjaan mudarat yang merugikan siswa dan orang lain, sehingga harapan yang tertuang dalam UU Sisdiknas No. 20 Tahun 2003 yakni, melahirkan peserta didik yang berpotensi, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, demokratis, dan bertanggung jawab akan terwujud!

Wajib Belajar 12 Tahun
Pemerintah Indonesia melalui Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan sedang menggalakkan progam wajib belajar 12. Progam ini sejatinya akan diterapkan pada Juni 2015 mendatang, tentulah memerlukan dukungan dari berbagai pihak. Harapan untuk menciptakan sumber daya manusia unggul, mandiri, dan terampil akan terjawab dengan program yang digalakkan oleh Puan Maharani. Selain itu, menurut Puan Maharani, untuk menjalankan program tersebut terdapat tatangan, antara lain, ketersediaan para guru/pengajar “dibutuhkan setidaknya 12.000 guru SMA/SMK dalam setahun” (SI, Selasa 13/1).

Kunci kesuksesan program tersebut lagi-lagi berpundak pada guru. Pertanyaanya, siapkah guru-guru saat ini untuk menyukseskan program ini? Hal ini tentulah membutuhkan persiapan yang mantang dan guru-guru yang diberikan izin mengajar di sekolah terumata tingkat menengah atas, haruslah melewati penyeleksian yang ketat. Sehingga kucuran dana yang begitu besar untuk program wajib belajar 12 benar-benar melahirkan perserta didik sebagaimana diamanatkan dalam UU Sisdiknas. Begitu pun peran dari institusi Lembaga Pendidikan Tenaga Keguruan (LPTK) haruslah benar-benar siap melahirkan calon guru yang professional bukan sekadar menyandang gelar Sarjana Pendidikan (SPd).

Di samping itu, seorang guru saat menjalankan tugasnya harus mengimplementasikan hal-hal apa saja yang diamanatkan dalam Kode Etik Guru Indonesia (KEGI). Bertindak profesional dalam menjalankan tugas mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi proses dan hasil belajar peserta didik adalah poin yang penting sebagaimana terdapat dalam KEGI nomor VI/Konggres/XXI/PGRI/2013. Pertanyaan pun mucul, apakah para guru yang dilahirkan dari LPTK bertindak professional terutama saat UN? Jawabannya ada pada pribadi calon guru masing-masing dan saya sendiri memiliki keterbatasan untuk ‘menyimpulkannya’. 

Mari Menyukseskan UN
Kita semua mengharapkan UN tingkat SMP/MTs pada Mei 2015 mendatang berlangsung sukses. Tolok ukur kesuksesan tersebut  dapat ditinjau berdasarkan tidak adanya temuan kecurangan saat UN berlangsung, toh UN 2015 kali ini meukana mantong. Jika pun siswa mendapat nilai rendah pada saat UN, itulah hasil pekerjaannya bukan hasil pekerjaan orang lain. Sehingga dengan adanya hal ini tujuan diselenggarakan UN sebagaimana yang sudah dijelaskan sebelumnya dapat dilakukan dengan optimal.
Selain itu, jangan tebarkan rasa takut kepada peserta UN tingkat SMP/MTs mengenai kekhawatiran jika tidak lulus UN tidak dapat melanjutkan pendidikan ke jenjang lebih tinggi. Mereka yang tidak ‘beruntung’ dalam UN, tetap memperoleh ijazah, hanya saja pada Surat Hasil Ujian Nasional (SHUN) diberi keterangan tidak lulus. Kabar baiknya mereka dapat mengulang mata pelajaran yang tidak lulus di tahun depan. Lalu bagaimanakah dengan lulusan dari SMA/MA yang akan melanjutkan ke jenjang perguruan tinggi? Dapatkah mereka melanjutkan ke perguruan tinggi terkemuka? Kita semua menanti jawabannya sehingga UN 2015 tidak terkesan meukana mantong. Selamat Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas).  Ingatlah kata bijak dari Bapak Pendidikan Indonesia, Ki Hadjar Dewantara yang menyatakan bahwa kemajuan sebuah bangsa terletak pada pendidikan dan para generasi bangsa itu sendiri!

0 komentar:

Post a Comment