Random Post
to show post by tag/label, fill tagName like this: ex:label blogger ---> tagName:"blogger" to show recent post change RandompostActive value to false like this : RandompostActive:false
Saturday 24 January 2015

08:03

'Internet Sehat’

Oleh Rahmad Nuthihar

“Internet membuat dunia semakin  sempit, namun tanpa internet dunia lebih sempit.”

Penggalan kalimat tersebut mengawali sebuah film bergenre fiksi ilmiah (science fiction) dengan judul Transcendence. Film yang disutradarai oleh Wally Pfister dan tayang pertama pada 10 April 2014, cukup menginspirasikan kita bagaimana dampak positif dan dampak negatif terkait pemakaian international network (internet). Film ini pun memboyong penghargaan Golden Trailer Awards dengan empat nominasi; best motion/title graphics, most original trailer, best motion/title graphics, dan most innovative advertising for a feature film (Wikipedia.com). Namun, pada tulisan ini saya tidak meresensikan film tersebut, melainkan saya tertarik membahas liputan khusus Serambi Indonesia pada 19 Januari 2015 dengan judul “Game online Racuni Anak Aceh”.
Ilustrasi Serambi Indonesia

Tak dapat dipungkiri, internet sejauh ini telah memudahkan kita terhubung dengan saudara kita di mana pun berada lewat akun media sosial seperti facebook, twitter, instagram, dll. Begitu juga dengan adanya teknologi P2P (peer to peer) seperti, skype atau yahoo massengger, membuat kita seakan-akan berbicara langsung/nyata dengan lawan bicara. Sama halnya dengan film Transcendence, pemakaian internet pun disalahgunakan. Penyalahgunaan itu  salah satunya adalah membobol kode keamanan pemilik rekening di bank. Akhirnya, tokoh Johnny Depp dalam film tersebut dianggap telah mengganggu  stabilitas keamanan dan menjadi ancaman bagi pengguna internet lainnya.
Berangkat dari persoalan tersebut, Serambi Indonesia (19/1/2015) merilis setidaknya ada delapan game online yang dinilai LBH Anak berbahaya, di antaranya, Point Blank, Counter Strike, World of Warcraft, Call of Duty, RF Online, AION, Gunbound, dan Lost Saga. Namun menurut hemat saya, ada puluhan game lainnya yang membuat anak-anak candu. Akan tetapi tingkat kecanduan bermain game tersebut terbilang lebih rendah.

Perjudian
Sekitar tahun 2010 dan bertahan beberapa tahun kemudian, pengguna internet pernah candu dan tergiur dengan permainan texas holdem poker (judi online) pada akun facebook. Hal itu disebabkan oleh, pejudi diiming-imingkan memperoleh rupiah dengan jalan pintas. Para remaja dan dewasa berlomba-lomba memainkan game tersebut dengan harapan memperoleh chip (uang) paling tinggi untuk dijual kembali. Permainan ini pun tenggelam dengan sendirinya setelah pihak penyedia game texas holdem poker memperketat pola permainan dan tak tanggung-tanggung akun yang ketahuan bermain curang dan menjual chip di-banned (dihapus).  

Melihat permainan texas holdem poker begitu diminati, para pemilik modal memanfaatkan situasi ini guna menciptakan situs judi online berupa permainan texas holdem poker menjadi lebih nyata. Jika texas holdem poker permainan mengandalkan chip ketika berlangsungnya permainan, pada judi online ini, pejudi justru mengandalkan jumlah rupiah yang mereka deposito pada awal pertandingan. Akibatnya, warnet dan warung kopi yang menyediakan wifi  gratis lebih ramai dikunjungi untuk berjudi secara online.

Modus ini berbeda dengan kecanduan anak-anak bermain game online, jika sebelumnya kecanduan bermain game untuk mendapatkan uang dengan menjual chip, anak-anak ini berlomba bermain game online seperti Point Blank, untuk memperoleh grade (pangkat) yang lebih tinggi dibandingkan teman-temannya. Selain itu, tidak tertutup kemungkinan char (akun) seperti Point Blank  tersebut dijual kepada teman-teman lainnya yang ingin memperoleh pangkat dengan cara instan.

Adanya Celah
Pemerintah sejauh ini sudah begitu gencar dan maraknya mencegah penyalahgunaan internet bagi kalangan siswa. Melalui peraturan bupati misalnya, setiap warnet tidak dibenarkan menerima siswa berkunjung/mengakses internet pada jam sekolah. Akan tetapi, peraturan ini ada celahnya. Para siswa dapat mengakses internet sesuka hati pada hari libur ditambah lagi dengan paket murah malam hari, membuat siswa ini larut akan permainan yang dimainkannya.

Selain itu, peran pemerintah khususnya polisi cyber di Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia, tidak henti-hentinya melacak serta memblokir situs-situs yang berisikan conten perjudian/pornografi. Akan tetapi, ibarat pepatah, mati satu tumbuh seribu, situs-situs baru itu pun muncul kembali. Begitu juga hadirnya perangkat tambahan (add-ons) di mesin pencarian seperti AnonymoX mampu menembus situs-situs yang telah diblokir. Oleh karena itu, kesadaran menggunakan internet untuk hal yang positif kembali kepada diri sendiri. 

Peran Orang Tua
Kecanduan bermain game online di kalangan anak-anak sebenarnya dapat diatasi dengan adanya rutinitas positif  bagi anak. Anak-anak ini seharusnya diarahkan oleh orang tuanya kepada bakat dan minat yang dia sukai. Bila sang anak menyukai olahraga, orang tuanya dapat mengursuskan anaknya pada kursus olahraga. Begitu juga dengan minat sang yang tertarik untuk bermain musik, orang tuanya dapat mengursuskan anaknya itu di kursus musik. Dengan demikian sang anak mempunyai rutinitas yang lebih positif dan dengan sendirinya kecanduan game online bisa dihilangkan.

Selain itu, kecanduan game online juga disebabkan oleh akses dan fasilitas yang dimiliki sang anak. Seorang anak tidak mungkin membeli membeli voucer G-Cash (voucher game online) bila dirinya tidak memiliki uang. Begitu juga fasilitas handphone dan notebook yang mereka memiliki, riskan penyalahgunaan teknologi. Oleh karena itu, bila kebutuhan akan handphone atau netbook sangat mendesak, awasilah penggunaan teknologi tersebut sesuai dengan kebutuhan. Sekadar mengingatkan kembali, internet membuat dunia semakin  sempit, namun tanpa internet dunia makin sempit. Kemajuan teknologi tidak dapat dihindari, namun penggunaan teknologi tersebut dapat kita awasi. Nabsu ke malém ta ibadat, nabsu keukaya tahareukat (ingin alim beribadatlah, ingin kaya berusahalah). Semoga dengan pemaparan singkat ini, dapat menginspirasi kita semua untuk ber-internet secara sehat. 


Rahmad Nutihar, alumni Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Syiah Kuala.
Email: rahmad.nuthihar@gmail.com

0 komentar:

Post a Comment