Random Post
to show post by tag/label, fill tagName like this: ex:label blogger ---> tagName:"blogger" to show recent post change RandompostActive value to false like this : RandompostActive:false
Monday 19 January 2015

08:04

Kurikulum 2013 Dihentikan, Mengapa Tidak?


Anies Baswedan. Foto. Kompas.com

Menteri Pendidikan Dasar Menengah dan Kebudayaan, Anies Baswedan, secara resmi menyurati sekolah-sekolah yang ada di Indonesia untuk menghentikan Kurikulum 2013 (K13) pada 5 Desember 2013 lalu. Surat yang bernomor179342/MPK/KR/2014 di dalamnya terdapat tiga poin penting yang berupa; (1) menghentikan pelaksanaan Kurikulum 2013 di sekolah-sekolah yang baru menerapkan satu semester, yaitu sejak Tahun Pelajaran 2014/2015, (2) tetap menerapkan Kurikulum 2013 di sekolah-sekolah yang telah tiga semester ini menerapkan, yaitu sejak Tahun Pelajaran 2013/2014 dan menjadikan sekolah-sekolah tersebut sebagai sekolah pengembangan dan perconto
han penerapan Kurikulum 2013, dan (3) mengembalikan tugas pengembangan Kurikulum 2013 kepada Pusat Kurikulum dan Perbukuan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI.

Menariknya, setelah dua hari instruksi Anies Baswedan untuk menghentikan penerapan K13, Mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Mohammad Nuh pun ikut bicara. Ia menilai kebijakan Kementerian Kebudayaan dan Pendidikan Dasar dan Menengah kembali pada Kurikulum 2006 adalah langkah mundur. Menurutnya, K13 secara substansi dinilainya tidak ada masalah,  "Kalau ada masalah teknis, mestinya dicarikan solusi perbaikannya, bukan balik ke belakang sebab KTSP secara substansi ada kekurangan dan secara teknis juga perlu penyiapan lagi.”( Kompas, 7/12/2014).

Berangkat dari persoalan tersebut, penerapan K13 memang terdapat banyak persoalan. Bagi saya sendiri, persoalan yang sangat menonjol di antaranya yakni; (1) tidak tersedianya buku paket yang memadai, (2) kurangnya kreativitas guru dalam menyusun langkah pembelajaran, (3) jam pelajaran yang banyak sementara  mata pelajaran semakin sedikit, (4) kesulitan guru-guru membuat RPP, (5) peleburan mata pelajaran TIK, (6) keharusan mengikuti kegiatan ekstrakurikuler Pramuka, (7) fungsi guru bimbingan konseling. Berdasarkan tujuh persoalan tersebut saya tertarik menguraikan tiga persoalan mengapa K13 layak dihentikan.

Pertama, penerapan K13 dianggap terlalu menguras energi siswa dan guru ketika berlangsungnya proses belajar mengajar (PBM) sebagaimana tertuang dalam Permendikbud No 69 Tahun 2013. Dalam Permendikbud No 69 Tahun 2013 disebutkan bahwa, beban belajar per minggu pada K13 untuk tingkat sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah berkisar 42 jam untuk kelas X dan 44 jam untuk kelas XI/XII. Sementara itu, pada KTSP beban belajar kelas X s.d. XII berkisar 38-39 (Permendiknas No. 22 Tahun 2006). Namun  kedua kurikulum tersebut terdapat persamaan yakni durasi setiap satu jam pembelajaran tetaplah sama dengan KTSP selama 45 menit. Persoalannya pun muncul, siswa merasa terlalu dikekang dengan durasi waktu belajar yang lama. Guru-guru pun cenderung selama ini dianggap melalainkan pekerjaan dengan penambahan durasi belajar tersebut. Padahal, persoalan ini sebenarnya sudah teratasi dengan mengwajibakan guru-guru tersertifikasi dengan beban belajar per minggu selama 24 jam. Oleh karena itu, penambahan jam belajar tersebut dianggap tidak begitu urgen.

Kedua, guru kurang kreatif dalam menyusun Rancangan Perangkat Pembelajaran (RPP). Hal ini disebabkan tugas guru sama halnya dengan pemain drama. Guru tidak lagi tertantang menciptakan suasana PBM yang aktif dan menyenangkan. Setiap gerak-gerik guru seutuhnya sudah dituliskan di dalam buku pedoman guru. Begitu juga dengan durasi setiap gerak-gerik guru, hal itu juga sudah tertera di buku pedoman guru. Sehingga tidak ada salahnya saya menyebutkan tugas guru dalam menerapkan K13 serupa dengan pemain drama. Improvisasi hanya sebatas menanyakan siswa-siswa sudah selesai mengerjakan instruksinya ataupun sebatas mengucapkan salam. "Kreativitas dan keberanian guru untuk berinovasi itu kunci bagi pergerakan pendidikan Indonesia.” (Anies).

Selain itu, perbedaan yang mencolok antara K13 dan KTSP adalah pada K13 terdapatnya Kompetensi Inti (KI) yang terbagi menjadi empat yakni; KI 1 (spiritual), KI 2 (nilai sosial), KI 3 (pengetahuan), dan KI 4 (keterampilan). Dampak penambahan KI guru-guru mengalami kesulitan dalam hal memberi nilai murid  (Tempo, 24/10/2014). Penyebab kesulitan tersebut karena setiap guru diharuskan melakukan penilaian yang meliputi  (1) kompetensi pengetahuan, (2) kompetensi  keterampilan,  dan (3) kompetensi  sikap. Selanjutnya, penilaian kompetensi  pengetahuan  dan  kompetensi  keterampilan  menggunakan  skala  1–4  (kelipatan  0.33), sedangkan  kompetensi   sikap menggunakan skala Sangat Baik  (SB), Baik (B), Cukup (C),  dan Kurang (K),  yang  dapat  dikonversi  ke  dalam  Predikat  A - D (Permendikbud No. 81A Tahun 2013).

Kesulitan guru-guru dalam memberikan penilaian siswa tidak berhenti di situ saja. Dampak lainnya adalah guru-guru tidak mampu membuat RPP K13 dengan sempurna. Hal ini disebabkan di dalam RPP wajib terdapat indikator penilaian, sementara bila guru-guru menganggap persoalan penilaian ini hal sepele, output dari pembelajaran pun tidak ada arah. Maka penghentian K13 adalah keputusan yang tepat sebelum menyita waktu yang lebih lama.

Ketiga, bakat dan minat siswa selalu dipaksakan. Hal ini dibuktikan Kepramukaan  ditetapkan  sebagai  kegiatan  ekstrakurikuler  wajib  dari  sekolah  dasar  (SD/MI)  hingga  sekolah  menengah  atas  (SMA/SMK) (Permendikbud No. 81A Tahun 2013). Kita pun dapat bertanya, apakah semua siswa tersebut menyenangi mengikuti Pramuka? Belum lagi persoalan dengan pilih kasih pengiriman perwakilan peserta untuk mengikuti kegiatan Kepramukaan di tingkat daerah (Jambore Daerah) ataupun Jambore Nasional (Jamnas). Hal ini sungguh disayangkan, ada berbagai potensi lainnya yang dimiliki oleh siswa. Seorang siswa yang menyenangi olahraga dan memiliki bakat, tiba-tiba urung melakukan latihan rutin karena harus mengikuti pramuka. Bukankah seorang anak bebas mengembangkan potensi dan bakat minat dan hal ini sudah tertuang dalam

Kurikulum 2013 sebenarnya tidak dihentikan begitu saja. Sekadar mengulangi   isi surat  dari Kemdikbud RI nomor :179342/MPK/KR/2014, pihaknya sudah menuliskan secara konkret apa saja yang harus dilakukan pihak sekolah yang menerapkan K13. Pihak Kemdikbud hanya meminta K13 dihentikan pelaksanaan di sekolah-sekolah yang baru menerapkan satu semester, yaitu sejak tahun pelajaran 2014/2015. Sementara bagi sekolah yang telah menerapkan tiga semester, K13 dimintakan untuk tetap menerapkan K13 sehingga sekolah-sekolah tersebut menjadi contoh penerapan Kurikulum 2013.

Masyarakat tidak perlu khawatir dan bingung berlebihan menanggapi kebijakan pemerintah menghentikan K13. Asupan materi yang terdapat pada K13 sebenarnya tidak jauh berbeda dengan KTSP. Berikan kepercayaan sepenuhnya kepada pihak Kemdikbud untuk bekerja semaksimal mungkin menyempurnakan kurikulum yang nantinya digunakan menyeluruh di Indonesia! Begitu juga dengan tamsilan yang selama ini berkembang “guru dan siswa kelinci percobaan” itu tidaklah tepat, melainkan uji coba penerapan K13 dilakukan di sekolah-sekolah karena pemerintah yakin guru dan siswa mampu mengaplikasikannya. Hal ini dibuktikan, pihak Kemdikbud sebelumnya juga mempercayakan guru-guru sebagai tutor/instruktur sosialisasi K13. Jadi berbahagialah guru-guru dan siswa pernah merasakan bagaimana implementasi K13, karena hal ini sedikit sekali diajarkan di bangku perkuliahan, termasuk pemahaman dosen-dosen mengenai K13 secara menyeluruh.

Rahmad Nuthihar, alaumni Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia,
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Syiah Kuala.
Email: rahmad.nuthihar@gmail.com

0 komentar:

Post a Comment