Random Post
to show post by tag/label, fill tagName like this: ex:label blogger ---> tagName:"blogger" to show recent post change RandompostActive value to false like this : RandompostActive:false
Tuesday 16 September 2014

11:53
Perdamaian Aceh Bukan Sekadar Slogan

Oleh  Rahmad Nuthihar
Ilustrasi gambar/ www.acehterkini.com

Slogan memang tidak asing lagi bagi indra kita. Slogan ataupun yang lebih dikenal dengan kalimat pendek, lazim digunakan di media luar ruang. Selain di media luar ruang (ragam tulis), ada juga slogan yang terdapat di media elektronik (ragam lisan) seperti di radio ataupun televisi. Khususnya slogan ragam tulis, hampir di setiap kain rentang (spanduk) ataupun baliho, memuat slogan dengan gaya bahasa yang indah disertai ilustrasi menarik. Tujuannya pun beragam antara lain menjelaskan tujuan suatu ideologi golongan, organisasi, partai politik.

Berbicara tentang slogan, khususnya di Provinsi Aceh, slogan yang dominan digunakan adalah menyangkut perdamaian. Tak ayalnya mulai dari kampanye pemilihan kepala daerah (gubernur/wakil gubernur), bupati/wakil bupati hingga kampanye pemilihan umum calon anggota legislatif, ada beberapa di antara alat kampanye dan visi misi memuat/mengucapkan slogan tentang perdamaian Aceh pasca-Mou Helsinki. Selain itu, slogan perdamaian ini selalu menghiasi ruang publik ketika menyambut dirgahayu Republik Indonesia ataupun acara seremonial yang dilangsungkan oleh Pemerintah Aceh.

Tak ada yang salah memang dengan slogan yang memuat kata-kata perdamaian. Koherensinya pun merujuk antara harapan dan impian yang selalu diinginkan oleh masyarakat Aceh. Akan tetapi bagaimanakah jika slogan perdamaian tersebut hanya sekadar slogan? Implementasi dari butir-butir perdamaian jauh dari apa yang telah tertuang dalam MoU Helsinki dan harapan masyarakat Aceh. Maka diprediksikan perdamaian yang telah berlangung 9 tahun lamanya sejak 2005 silam akan menimbulkan konflik baru.

Saat ini, siapa pun bisa mencatutkan kata-kata perdamaian Aceh di dalam slogan. Tanpa ada batasan dan larangan. Imbasnya masyarakat menjadi terpengaruh pada slogan argumentatif yang diucapkan tersebut. Bila penutur slogan tersebut adalah calon legislatif, masyarakat cenderung akan memilihnya saat pemilihan umum. Slogan perdamaian pun seperti ‘kecap’ politik dan digunakan untuk kepentingan personal ataupun kelompok. Padahal, di balik perdamaian yang kini dirasakan tidak terlepas dari perjuangan masyarakat Aceh. Maka sangat naif bila segelintir pihak ikut-ikutan mempromosikan dirinya dengan slogan perdamaian tanpa mengetahui seluk-beluk perdamaian itu sendiri.

Dalam konteks hadih manja/narit manja (peribahasa Aceh), seseorang yang memeroleh nama dengan kesusahan orang lain disebut; gob meuleuhob, geutanyoe rah jaroe (orang berlumpur, kita yang membasuh tangan). Menyikapi hal ini, masyarakat haruslah cerdas dan bijak bila slogan yang digunakan oleh personal untuk kepentingan tertentu janganlah mudah terpengaruh. Berbeda halnya dengan Zani – Muzakir (Zikir), perjuangan mencapai perdamaian sudah terlebih dahulu mereka lakukan. Pada waktu itu (masa konflik), Zaini berperan sebagai Menteri Kesehatan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dan Muzakir sebagai panglima GAM. Berbagai duka dan lara telah mereka jalani guna mencapai kemasalahatan masyarakat Aceh agar tidak dipandang oleh sebelah mata oleh Pemerintah Republik Indonesia. Sehingga tidak ada salahnya penambahan slogan tentang perdamaian dalam spanduk/baliho yang memuat wajah mereka, karena itu adalah hak yang sepatunya didapatkan.
Berikan Kepercayaan untuk ‘Zikir’

Pemerintah Aceh khususnya di bawah kepemimpinan dr. Zaini Abdulah dan Muzakir Manaf (saat ini), diharapkan berupaya semaksimal mungkin menjaga perdamaian. Jangan ada lagi perpecahan antara sesama yang bakal merusak perdamaian. Persoalan kepentingan politik dan kekusaan haruslah disikapi dengan jalur musyawarah. Fungsikanlah Badan Pertimbangan Jabatan dan Kepangkatan (Baperjakat) dalam hal menyeleksi pejabat untuk dilantik di Pemerintah Aceh! Sehingga dengan hal ini, pejabat yang menduduki peran penting di Pemerintah Aceh adalah orang-orang yang profesional bukan karena unsur ‘kedekatan’. Di samping itu, setiap ada permasalahan di internal, janganlah mamantik kemarahan masyarakat Aceh. Bila ada kritikan dan masukan harap dipertimbangkan terlebih dahulu. Aceh damai masyarakat sejahtera dan bermartabat jauh lebih urgen dibandingkan dengan hal lainnya. Dengan hal ini, akan mewujudkan harmonisasi antara masyarakat dan Pemerintah Aceh.

Selain itu, masyarakat Aceh haruslah memberikan kepercayaan kepada Zikir dalam hal menjalankan roda pemerintahan Aceh. Berpikirlah secara positif apa yang dilakukan kedua orang itu adalah untuk kemaslahatan rakyat Aceh. Bila pun terdapat ketimpangan dalam hal menjalankan tupoksinya (tugas pokok dan fungsi) sebagai gubernur/wakil gubernur itu adalah kekhilafan dan pada umumnya dimiliki oleh manusia biasa. Buanglah jauh-jauh paradigma buruk terhadap pemerintahan Zikir dan hadih manja ini; sigo tóh, siplóh go srah (sekali hajat, sepuluh kali basuh) haruslah dianotasikan dalam mindset masyarakat Aceh. Hal ini dikarenakan kiasan dari hadih manja tersebut adalah seorang pemimpin sekali berbuat kesalahan selalu diingat oleh rakyatnya.

Menjaga perdamaian bukan hanya tanggung jawab pemerintah Zikir dan aparat keamanan TNI/Polri. Kewajiban untuk menjaga perdamaian adalah tanggung jawab kita bersama. Sebagaimana slogan TNI “Bersama Rakyat TNI Kuat” ataupun  slogan Polri “Aceh Aman Ibadah Nyaman”. Slogan TNI/Polri tersebut bertujuan menyadarkan masyarakat Aceh akan pentingnya menjaga perdamaian sehingga terciptanya keamanan yang kondusif. Tanpa adanya kesadaran akan pentingnya menjaga perdamaian oleh masyarakat Aceh, kebermaknaan slogan TNI/Polri tersebut pun tidak ada. Oleh karena itu, kita berharap perdamaian tersebut bukan sekadar tertulis/terucap dalam slogan. Kepada pihak-pihak yang ingin mencari popularitas agar tidak menjadikan perdamaian Aceh sebagai ‘kecap’ politiknya. Perdamaian Aceh akan terus tercipta bila semuanya menjaga perdamaian, bukan karena pengaruh personal ataupun pihak-pihak tertentu. Marilah kita bersama-sama berjanji untuk menjaga perdamaian seperti janji matahari yang akan terbit di pagi hari. Semoga!

Rahmmad Nuthihar, mahasiswa Pendidika Bahasa dan Sastra Indonesia
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan , Universitas Syiah Kuala.


0 komentar:

Post a Comment