“Semua prodi sudah saya minta untuk menyiapkan jurnal. Dan semua yang menerbitkan jurnal kita beri uang lima juta sebagai penghargaan terhadap siapa pun yang menerbitkan jurnal. Saat ini sudah sembilan prodi yang menerbitkan jurnal dan yang belum menerbitkan jurnal akan kita panggil ketua prodinya.”
Gedung FKIP Unsyiah/foto Rahmad Nuthihar |
Kursi kepemimpinan boleh saja berganti. Soal tanggung jawab terhadap institusi tetap berlanjut pada pemangku jabatan selanjutnya. Begitulah yang kini dirasakan oleh dekan FKIP Unsyiah, Dr. Djufri, M.Si periode 2013-2018 mendatang. Kisruh yang kini dihadapkan kepada Djufri adalah menyangkut dengan akreditasi Pogram Studi (Prodi) di lingkungan FKIP. Dari 17 Prodi di FKIP, empat di antaranya Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia (PBSI), Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD), Bimbingan Konseling (BKS), dan Pendidikan Seni Drama Tari dan Musik mendapat akreditasi C. Sementara itu. Dari keempat Prodi yang mendapat akreditasi C, Sendratasik dalam status ‘bahaya’ serta terancam tutup, jika kali ketiganya mempertahankan akreditasi C.
Menyiasati kondisi tersebut, Djufri memiliki beberapa strategi untuk mendongkrak akreditasi di lingkungan FKIP yang masih C. Hal itu dilakukannya mengingat risiko akreditias C sangatlah tinggi. Dikatakan Djufri, strategi yang sudah dilakukannya saat ini adalah mengirimkan prodi Pendidikan Pogram Bimbingan Konseling (BKS) ke Jakarta untuk mempelajari bagaimana mempersiapkan borang akreditasi itu menimal menjadi B mengingat, akreditasi BKS sendiri sudah kedaluwarsa.
“Untuk Prodi Pendidikan Guru Sekolah Dasar, saya sudah berulang kali ke sana dan saya juga sudah meminta mereka untuk mempresentasikan kerja mereka. Sementara untuk prodi lainnya tinggal menunggu saja, Sendratasik dan PGSD kita tunggu waktunya,” kata Djufri kepada Metrum di ruangan kerjanya, Jumat, dua pekan lalu.
Di sisi lain, Prodi yang akreditasinya mendapat C, dampak pada institusi pendidikan di bawah naungan Universitas Syiah Kuala ini ke depan tidak dapat melaksanakan PPG (Pogram Profesi Guru). Di samping itu, risiko lainnya berdampak pada alumni, ada beberapa kabupaten tertentu yang menetapkan kriteria pencalonan sebagai PNS mengharuskan akreditasi Prodinya B.
“Jika hal ini terjadi, saya akan menghubungi bupati setempat, dan melakukan koordinasi dengan dinas pendidikan yang membuka formasi PNS di kabupatennya agar diberi kemudahan bagi alumni FKIP Unsyiah,” katanya.
Djufri mengatakan, ada empat kriteria yang dinilai dalam akreditasi yang ditetapkan oleh Badan Akreditas Nasional Perguruan Tinggi (BAN-PT), di antaranya adalah; riset dosen, jurnal yang dikeluarkan oleh prodi, kerjasama dengan tim lainnya, dan terakhir menyangkut dengan pengajaran.
“Dari dimensi pembelajaran kita sudah kuat, mungkin ada aspek lain. Kalau prodi bahasa Indonesia hanya kurang dua untuk mendapat B dengan total nilainya 288. Dan prodi bahasa Indonesia saya tidak begitu ragu, Sendratasik saya agak sedikit ragu karena sudah dua kali. Intinya banyak aspek yang dinilai,” paparnya.
Dalam memotivasi dan memberi apresiasi terhadap kinerja Prodi yang tengah mempersiapkan borang akreditasi, Djufri memberikan uang senila lima juta rupiah untuk keperluan selama persiapan akreditasi itu. Menurut Djufri, akreditasi itu milik kita semua.
“Pengalaman di prodi saya, semua mahasiswa ikut mempersiapkan borang akreditasi, dan di kegiatan lainnya juga semua mahasiswa dan dosen kita libatkan dan itulah kebersamaan.” Selanjutnya Djufri menambahkan, “Kita kuat dengan kebersamaan, akreditasi itu bukan milik dosen saja, dan saya ingin sekali suatu ketika saya dapat memberi hadiah, dosen terbaik, ketua prodi terbaik, mahasiwa terbaik, peneliti terbaik, penulis buku terbaik dan sejauh ini sudah bapak rancang.” (Metrum | Zulfa Muzahrona)
0 komentar:
Post a Comment