Makalah
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Berdasarkan Pasal 41 dan Pasal 42 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009, penanganan bahasa dan sastra daerah menjadi tanggung jawab pemerintah daerah dan dalam pelaksanaan tanggung jawab itu, pemerintah daerah harus berkoordinasi dengan pemerintah pusat sebagai pembuat kebijakan nasional kebahasaan. Selain berupa pembagian tugas yang lebih terperinci, koordinasi itu dapat juga berupa fasilitasi kepakaran dan dukungan sumber daya.
Foto/Rahmad Nuthihar |
Dalam hal sastra, pengembangan akan dilakukan terhadap sastra yang bermutu dan bernilai luhur. Sastra yang seperti itu juga akan didukung upaya pembinaan agar tradisi bersastra di kalangan sastrawan pemula dan penikmat sastra tumbuh secara baik. Pelindungan sastra lisan dilakukan untuk merevitalisasi sastra yang hanya tinggal berfungsi sebagai sarana adat, ibadah, atau hiburan. Pelindungan sastra tulis, baik dalam bentuk fisik maupun nilai yang terkandung di dalamnya dilakukan terhadap karya sastra yang bernilai luhur untuk aktualisasi. Aktualisasi yang dimaksud adalah penuangan dalam bentuk aktual atau mengadaptasi karya itu melalui alih aksara, alih bahasa, dan alih wahana menjadi karya, seperti seperti film, komik, atau buku audio.
Sebuah karya sastra bisa dipandang sebagai sesuatu yang diperlukan dan dinikmati dikala senggang. Ia menjadi sesuatu yang ringan, menarik, menyenangkan, dan bisa mengendurkan pikiran. Karya sastra bisa juga dipandang sebagai sesuatu yang berharga dan mulia, yang hanya bisa dipahami dan dihayati bila telah dikaji dan direnungkan dengan sungguh-sungguh karena di dalamnya terdapat hakikat kebenaran, kebaikan, keindahan yang diungkapkan secara artistik. Pada kenyataannya, sastra telah diajarkan kepada siswa untuk seluruh jenjang pendidikan selama ini. Namun, disinyalirkan bahwa pembelajaran sastra belum mencapai hasil yang optimal. Pembelajaran sastra perlu dikembangkan karena pembelajaran tersebut didukung oleh aspek pertimbangan psikologis. Pembelajaran sastra yang baik dan benar adalah pengajaran yang mengadopsi perspektif estetik dan memberi penekanan pada sudut pandang tersebut. Porsi pengajaran sastra yang lebih sedikit dibandingkan bahasa tidak harus menjadi sebuah masalah yang mendasar. Perlu disepakatibersama bahwa permasalahan pokok dalam pembelajaran sastra adalah teacher as the actor, not the song. Pembelajaran sastra tidak hanya meningkatkan keterampilan berbahasa. Sastra juga dapat mengembangkan keterampilan hiduplainnya seperti berpikir kritis, berkepribadian, dan bermasyarakat
(berbudaya).
Penelitian apresiasi sastra memang sudah sering dilakukan oleh mahasiswa S1 dan S2. Namun, fokus penelitian mereka masih seputar nilai-nilai intrinsik, aspek sosial, religi, budaya dan sebagainya dengan mengadopsi faham strukturalisme yang dimaknai sebagai paradigma lama dalam pembelajaran sastra. Makalah ini membahas tentang “Hal-hal yang Dipertimbangkan dalam Menyusun Kebijakan Penelitian Sastra dan Pengajarannya” untuk mengetahui apa saja yang perlu dipertimbangkan dalam penelitian sastra dan pengajarannya. Penelitian sastra sangat dimungkinkan karena banyak objek sastra yang dapat dijadikan bahan kajian. Diantara objek penelitian itu adalah rentang pembagian waktu, ragam bahasa, teks sastra, perkembangan sastra, dan kritik sastra.
2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, berikut beberapa rumusan masalahnya.
- Hal-ha apa saja yang perlu dipertimbangkan dalam menyusun kebijakan penelitian sastra dan pengajarannya?
- Bagaimana kehidupan sastra di Indonesia selama ini?
- Seperti apa kondisi penelitian sastra dan pengajarannya?
- Apa saja kebijakan penelitian sastra dan dan pengajaran sastra?
Mau selengkapnya? Klik di sini untuk meng-download makalahnya.