Ilustrasi/yusufalamromadhon.blogspot.com |
Sabtu pagi, tak biasanya Rudy bangun begitu awal dari hari biasanya yang bangun dibangunkan oleh sinar mentari yang menyengat matanya. Dengan iming-iming mendapatkan rupiah yang begitu besar hanya dengan duduk menjawab pertanyaan adalah alasan mengapa Rudy rela waktu tidurnya itu dipangkas beberapa jam.
Harapan Rudy kali ini adalah bagaimana membatu calon dokter muda itu agar bisa lulus dan mendapatkan surat izin untuk praktek. Sebelumnya Rudy sangat antusias kepada peserta itu dan dengan sengajanya memberikan segala hal-hal yang membantu peserta itu lulus. Walaupun peserta itu tidak menanyakan, akan tetapi dengan kebaikannya itu Rudy telah terbiasa berbaik hati dan mencerita semua hal yang ada di skenario itu.
Kadangkala saat berbagi cerita dengan para teman lainnya, perbuatan Rudy itu dikecam oleh teman-temannya yang profesional menjalankan profesinya itu. Mengingat perintah dari atasan mereka tidak dibenarkan menceritakan semua hal yang tidak ditanyakan karena membuat peserta itu mudah untuk memutuskan suatu perkara. Akan tetapi, Rudy tetap saja pada pendiriannya. Semua orang pasti bisa hanya saja waktu dan situasi yang menyebabkan mereka mendapat kegagalan.
Rudy mendapat skenario tentang penyakit saraf. Saat itu dia berpura-pura tangan dan kakinya kesemutan. Tentunya lakon tersebut tidak begitu sulit diperankannya. Dengan sedikit polesan di wajah menyerupai seorang lelaki yang berumur 55 tahun Rudy siap menjalankan perannya.
Hanya butuh lima menit untuk menghapal semua yang ada di skenario itu. Tentu saja berkat kepintarannya dan kemapuanya mengingat yang begitu besar, membuat Rudy tidak begitu susah untuk menjalankan profesinya itu.
Ada sedikit masalah saat itu, Rudy yang biasanya tidak pernah sarapan, diharuskan untuk menyantapi nasi bungkus yang disediakan oleh pihak atasannya. Rudy pun tetap tidak mau menyantapinya, karena belajar pada pengalaman ketika Rudy sarapan pagi dia selalu harus keluar masuk ke kamar mandi untuk menyelesaikan hajatannya itu.
Waktu telah menggisyaratkan kepada seluruh teman profesinya untuk bergegas meninggalkan ruang brifing menuju ruang ujian. Dengan penuh percaya diri, Rudy pun menggerakkan langkahnya menuju ruangan lantai dua itu. Pintu yang bertuliskan nomor 2 itu adalah tempat di mana Rudy diharuskan untuk melakonkan hal yang telah ada di dalam skenario. Rudy pun duduk tepat di belakang penguji.
Berbeda dengan sebelumnya, kali ini ingatan Rudy dicek terlebih dahulu oleh penguji itu. Tentu tanpa ada kendala Rudy bisa bisa menjawab seluruh pertanyaan yang diajukan kepadanya. Rudy pun bercerita panjang dengan penguji itu tentang kekecewaannya terhadap para peserta yang tidak mampu menyelesaikan soal itu. Padahal Rudy berterus terang kepada penguji Ia banyak sekali memberikan jawaban yang tidak pernah ditanyakan oleh peserta dengan harapan peserta itu lulus dan bisa praktek di tempat sendiri.
Tibalah saat ujian itu dimulai. Perempuan cantik berbaju putih itu duduk tepat dihadapannya. Peserta itu pun menyodorkan kertas sambil menulis jawaban yang diberikan oleh Rudy. Saat pemeriksaan Rudy terlihat begitu kecewa dengan pemeriksaan yang dilakukan oleh para peserta itu. Padahal Rudy berulang kali memberitahukan kepada peserta itu bahwa yang ia keluhkan adalah tangan dan kakinya yang merasa kesemutan. Akan tetapi dokter itu memeriksa mulutnya dan anehnya lagi, dokter itu memukul wajahnya dengan martil berlapiskan karet. “Sungguh kecewa saya, dan berharap ke depan tidak ada lagi peserta yang tidak memahami keluhan saya,” batinnya kala itu.
0 komentar:
Post a Comment