Random Post
to show post by tag/label, fill tagName like this: ex:label blogger ---> tagName:"blogger" to show recent post change RandompostActive value to false like this : RandompostActive:false
Saturday 21 June 2014

10:34
Pemilihan presiden dan wakil presiden akan dilangsungkan pada 9 Juli mendantang. Berbagai persiapan dan kampanye tengah gencar-gencarnya dilakukan. Media elektronik berupa televisi dianggap menjadi media kampanye yang efektif guna mendapatkan hati rakyat Indonesia. Akibatnya beberapa tim sukses calon presiden menjalin kerjasama yang intens dengan pemilik perusahaan media televisi tersebut. Masyarakat yang menyaksikan dari balik kaca meyakini bahwa apa saja yang ditonton dan dikabarkan di televisi tersebut merupakan hal yang benar-benar terjadi dan tidak didramatisir. 
ilustrasi gambar
sumber,  https://un2kmu.files.wordpress.com

Dalam hal itu, mengangkangi Kode Etik Jurnalistik (KEJ) memang kerap dilakukan oleh pemilik media selama menguntungkan perusahaan yang dipimpinya. Para wartawan dituntun untuk memberitakan segala kebaikan Capres dan Cawapres yang didukungnya. Anehnya, ada juga beberapa media yang justru sebaliknya, mereka malah mencari kelemahan lawan politiknya untuk diberitakan. Tak tangung-tanggung, mereka berani mengeluarkan ‘isu miring’ yang mana kebenarannya masih diragukan.

Menyampaikan berita yang berimbang dan akurat satu di antara poin yang tercantum dalam KEJ. Namun para wartawan tidak mampu melawan tuntutannya dengan mengedepankan idealisnya sebagai wartawan profesional. Mereka tunduk pada semua kebijakan dan hal ini dilakukan agar pekerjaannya sebagai nyamuk pers bisa tetap dijalani guna menghidupi keluarga. 

Dalam siaran televisi swasta, setiap waktu selalu memberitakan tentang pasangan Jokowi-JK. Semua kegiatan yang saat kampanye tak luput dari sorotan kamera. Di dalam acara tersebut memberitakan tentang peredaran majalah Obor Rakyat yang dituding dilakukan oleh pihak yang ingin mendiskreditkan Jokowi. Pemberitaannya pun tidak berimbang, mereka hanya meminta tanggapan dari pihak yang pro Jokowi sementara tanggapan dari tim sukses Prabowo luput dari pemberitaan. 

Maka lagi-lagi hal ini disebabkan intervensi dari pihak pemilik perusahaan. Rakyat tak dapat membedakan lagi yang mana berita yang aktual dan serta disajikan secara berimbang dengan berita-berita yang sepenuhnya telah dipolitisir. Seharusnya jika mereka benar-benar profesional dan berdedikasi tinggi cukuplah memberitakan tentang semua kebaikan yang dilakukan Jowoki tanpa membanding-bandingkan dengan Prabowo serta mengembang-gemborkan kejelekan lawan politiknya

Menjadi wartawan mungkin pilihan bagi sebagian orang. Namun ketika kita menjalani rutinitas tersebut maka kita akan larut dan terbawa arus dan tunduk pada kebijakan yang dikeluarkan oleh pemilik perusahaan. Dengan kata lain, kaki kiri seorang wartawan sudah berada di neraka, namun bagaimana upaya wartawan itu sendiri agar tidak melangkahkan kaki kanannya itu juga ke neraka. Antara hitam dan putih sangat sulit dibedakan. Terkadang pemberitaan tersebut merupakan opini dari wartawan bukan fakta yang didapatkan di lapangan. 

Pengalaman saya menjadi wartawan di media lokal Provinsi Aceh juga tidak terlepas dari intervensi kepemilikkan perusahaan. Pada 2009 silam, Provinsi Aceh sedang diadakan pemilihan gubernur dan wakil gubernur. Saat itu saya bekerja di media cetak yang mana calon dari gubernur tersebut memiliki saham pada media cetak tempat saya bekerja. Akibatnya setiap ada kegiatan kampanye yang beliau lakukan kami diwajibkan meliputnya bahkan sudah hadir tepatnya dua jam sebelum kampanye itu berlangsung. Sebaliknya, giliran kampanye calon gubernur lainnya, ruang beritanya sangat kecil bahkan lebih pendek dibandingkan dengan berita jalan rusak. Sangat apik dibandingkan dengan netralitas media saat ini.

Tak hanya urusan politik, di dunia otomotif pun berlaku  hal yang sama. Di waktu saya bekerja sebagai wartawan otomotif, sedang berlangsung event pada hari yang sama yang diadakan oleh dua perusahaan terkemuka. Pada awalnya saya ditugaskan untuk meliput kegiatan pada event A namun tiba-tiba pimpinan perusahaan menelpon saya agar meliput event B yang diadakan oleh perusahaan lainnya. Jadi, pengaruh kepemilikkan perusahaan sangatlah berdampak pada pemberitaaan dan mengangkangi KEJ itu sendiri. Dan melihat kondisi saat ini, kami memiliki kelebihan dibandingkan dengan siaran yang ditampilkan oleh televisi swasta yang mana pemberitaannya tidak berimbang di samping sama-sama memiliki kepentingan. 

Mencermati tugas sang wartawan sepenuhnya sudah ditentukan di dalam KEJ. Permasalahannya adalah bagaimana upaya dari media pers agar wartawan itu menjalankan segala aturan yang sudah ditetapkan. Wartawan itu sendiri hanyalah buruh yang bekerja dengan segenap jiwa dan raganya untuk kepentingan kepemilikkan media. Mereka hanya menuntut gaji guna menghidupi keluarganya. Peran wartawan sebagai penyampai pesan ataupun penyambung lidah masyarakat antara pemimpin sepertinya tidak dapat dijalankan se-netral mungkin. Mereka sepenuhnya tunduk pada kepentingan pemilik media. Maka diharapkan masyarakat cerdas menanggapi semua hal yang diberitakan di media khususnya media cetak yang persebarannya sangat luas. Kenali yang mana siaran televisi yang punya pengaruh pemilik media, dan pemilihan presiden hanya berlangsung lima tahun sekali. Siaran televisi tidak akan pernah rugi, tetapi masyarakat biasa tetap menjadi biasa dengan pemimpin yang biasa saja. Oleh karena itu mulailah dari sekarang; setop menonton televisi!

Oleh Rahmad Nuthihar

0 komentar:

Post a Comment