gambar kupiah Teuku Umar foto/media.tumblr.com/ |
1. SISTEM RELIGI
Adapun sistem religi yang dianut oleh masyararakat pesisir Kabupaten Aceh Barat Kecamatan Samatiga tidaklah jauh beda dengan masyarakat pesisir umumnya. Ritual keagamaan yang umumnya dilangsungkan di sana yakni ketika perayaan hari besar islam. Semisalnya, sebelum memasuki hari raya idul fitri umumnya masyarakat melakukan tulak bala (ritual menolak musibah-). Kegiatan tolak bala ini selalu berpusat pada pantai.
Pada saat Upacara Perkawinan ada beberapa tahapan yang dilakukan disana;
A. Persiapan dan Pembukaan Upacara Perkawinan
1. Jak Keumalen/cah Roet. Jak Keumalen/ Cah Roet ini ada dua cara, yaitu:
(1). Langsung dilakukan oleh orang tua atau keluarga.
(2). Theulangke dilakukan dengan menggunakan utusan khusus.
2. Jak Lake Jok Theulangke/ Jak Ba Ranub (Meminang). Dalam acara ini orang tua pihak Linto
(Mempelai Pria) memberi theulangke (utusan) dengan membawa sirih, kue-kue dan lain-lain.
3. Jak Ba tanda (Bawa Tanda). Maksud dari “jak ba tanda” adalah memperkuat (tanda jadi). Biasanya pada upacara ini pihak calon linto membawa sirih lengkap dengan macam-macam bahan makanan kaleng, seperangkat pakaian yang dinamakan “lapek tanda” dan perhiasan dari emas sesuai dengan kemampuan calon linto baro.
B. Upacara Peresmian Perkawinan
1. Mekeurija (pesta menyambut linto ke tempat dara baro) disertai dengan pembuatan tenda
(jambo/seung) dengan system bergotong royong.
2. Malam Peugaca (Malam Berinai)
3. Peumano Dara Baroé
4. Wo lintoé (mempelai pria pulang ke rumah mempelai putri)
5. Tueng Dara Baroé Mengundang Mempelai Puteri)
2. SISTEM SOSIAL DAN ORGANISASI
Sebagai kepala desa di Kecamatan Samatiga dikepalai oleh keuchik. Pejabat desa lainnya yakni Sekretaris Desa (Sekdes), tuha peut, Kepala Lorong (keplor). Dan pimpinan dari beberapa desa disebut imum mukim. Ketua pemuda di Kecamatan Samatiga perannya bagi kalangan kaum pemuda sangatlah besar. Di sana bahkan orang yang paling didengar (dipakoe) adalah ketua pemuda bukan keuchik. Oleh karena itu, setiap ada permasalahan para pemuda selalu diselesaikan oleh ketua pemuda. Dan jika salah seorang warga berbuat salah semisalnya berzina ataupun hal lainnya yang membawa buruk nama gampong warga tersebut akan diusir dari gampong oleh ketua pemuda dan tidak dibenarkan kembali ke gampong kecuali pada hari raya ataupun saat belasungkawa.
3. SISTEM PENGETAHUAN
Anak-anak dan Para remaja di Kecamatan Samatiga diharuskan oleh orang tuanya untuk belajar di Taman Pendidikan Alquran (TPQ). Setiap pulang sekolah, pada sore harinya mereka mengikuti pengajian di TPQ dan umumya bertempatkan di mesjid. Pada malam-malam tertentu seperti malam Jumat, para remaja tadi juga diharuskan oleh orang tuanya untuk mengikuti pengajian di pesantren tertentu untuk mempelajari ilmu agama.
4. BAHASA
Di Gampong Suak Timah bahasa yang digunakan adalah bahasa Aceh. Namun perbedaan bahasa Aceh di Suak Timah terletak pada dialek yang ketal [ai].
Contoh;
Seribe => Seribai
Manoe => Manue
Kenoe => Kenue
Selain itu, pengaruh bahasa juga disebabkan karena interferensi bahasa jamee dengan
bahasa Aceh. Bahasa jame pun juga berkembang di sana. Ada sebagian kecil penutur yang memakai bahasa jame dalam komunikasi sehari-hari. Di samping itu, bahasa masyarakat di Kecamatan Samatiga, juga dialeknya hampir sama dengan masyarakat di Kabupaten Nagan Raya. Kedua kabupaten ini, umumnya tidak bisa mengucapkan <r> secara fasih namun yang terdengar adalah [arg]. Contoh;
bröeh => bröih
cröh => cröih
5. KESENIAN
Kesenian tradisional yang berkembang di Kecamatan Samatiga saat ini mulai tidak kentara lagi. Kesenian milik indatu kini mulai terkikis lantaran terkontaminasi dengan masuknya budaya luar. Sebelumnya kesenian yang khas masyakarat pesisir ini adalah berupa seni tutur Aceh. Baik itu berupa nazam, meupantôn, caé. Selain itu kesenian tradisional masyarakat pesisir ini dahulunya ketika musim panen padi, para remaja mendatangi sawah-sawah dan mengambil batang padi kemudian di potong dan dipangkalnya diremukkan dan di beberapa sudut dibolongi untuk mengatur nada dan batang padi ini serupa serunai dan ditiup bersama-sama oleh para remaja.
Alat kesenian itu dikenal diberi nama oleh masyarakat ini seuruné padé. Töeb daboeh juga berkembang di sana. Namun saat ini populasi seniman töeb daboeh ini mulai hilang dan bisa dikatakan tidak ada lagi.
6. SISTEM MATA PENCAHARIAN
Dikarenakan masyarakat pesisir ini tinggal berdekatan dengan laut, umumnya mata pencaharian masyarakat Kecamatan Samatiga mengantungkan pencaharian pada sektor bahari. Kebanyakan masyakarat di sana menjadi nelayan. Jumlah petani dan pekebun di Kecamatan Samatiga terbilang sedikit. Pekerjaan itu pun kebanyakan dilakukan oleh kalangan wanita. Para lelaki tetap kebanyakan menjadi nelayan. Selain itu, masyarakat yang memiliki modal yang besar juga membangun tambak udang/ikan dan beberapa penduduk di sana menjadi karyawan pada salah satu pemilik tambak tersebut.
7. SISTEM TEKNOLOGI DAN PERALATAN
Masyarakat pesir dikenal sangat pand
ai dalam menyiasati hasil tanggapannya selama melaut. Mereka sering membuat alat perangkap ikan tertentu seperti mujang, bubee, pukat, sawoek. Selain perangkap pada musim ikan sardine, mereka selalu membawa daun pinang muda untuk ditempatkan di laut yang didiamkan selama dua hari. Setelah dua hari itu, nelayan ini kembali lagi dan menebarkan jarring di tempat itu dan hasilnya ratusan ikan bisa terjaring.
Para petani di sana juga selalu memprediksikan musim tanam dan panen. Mereka tahu kapan suatu waktu hujan akan turun dengan melihat kalender hijriah. Maka sebelum hujan turun, mereka sudah dahulu mempersiapkan benih (teumabue) dan saat hujan akan mereka tanam. Para petani di sana juga membangun lumbung padi (kupoek) di belakang rumahnya masing-masing sebagai bekal selama musim tanam.
0 komentar:
Post a Comment