Tanpa kita sadari pembalajaran bahasa Indonesia telah diperkenalkan sejak dini di dalam dunia pendidikan. Hal ini dapat dilihat di mana setiap siswa mulai dari bangku Sekolah Dasar, hingga Perguruan Tinggi selalu diwajibkan mempelajari bahasa Indonesia, baik itu mata pelajaran wajib ataupun mata kuliah umum(MKDU) di perguruan tinggi.
Melihat dari fungsi bahasa itu sendiri, bahasa Indonesia merupakan bahasa yang digunakan sebagai pengantar di dunia pendidikan. Akan tetapi, ouput dari pembelajaran bahasa Indonesia ini seakan tidak memiliki arti yang begitu signifikan. Masih terdapat banyak kesalahan yang terlihat secara kasat mata yang berupa di media luar ruang, maupun urusan surat-menyurat di lembaga pemerintahan. Kesalahan ini pun terus berkelanjtukan dilakukan tanpa menuai protes dan pihak yang melakukan kesalahan itu sudah barang tentu tidak tahu mengenai kaidah bahasa itu sendiri. Tanpa disadari, kesalahan berbahasa yang terpampang di publik ini telah membodohi masyarakat mengenai kebahasaan.
Pemakaian bahasa indonesia juga diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan. Undang-undang yang membahas tentang bahasa ini terbagi menjadi lima bagian dan ada 20 pasal yang mengaturnya. Bila kita bandingkan dengan pembahasan lambang negara, dan lagu kebangsaan, hanya pembahasan yang menyangkut bahasa yang tidak mendapat sanksi berupa pelanggaran pidana. Sementara tentang lagu kabangsaan, dan bendara pada Bab VII ketentuan pidana, setiap ada pelanggaran/penyimpangan dikenakan hukuman selama 1 tahun ataupun mebayar denda subsider sebesar Rp1juta.
Kesalahan berbahasa pun dianggap hal yang sepele dan tidak selalu pernah mendapat perhataian serius dari pihak yang berwenang seperti balai bahasa. Salah satu yang saat ini sedang heboh adalah bahasa nyeleneh yang dipakai oleh artis bernama Vicky. Hal ini justru dianggap lelucon tanpa memperdulikan kaidah bahasa Indonesia. Masyakarat pun ikut terbawa arus dan mempraktekakan hal yang dilakukan dengan menulisnya di jejaring sosial maupun diujarkan dalam kehidupan sehari dan hal ini dianggap hal-hal yang biasa saja.
Kesalahan bahasa lainnya yang banyak kita dapati adalah penulisan rambu-rambu lalulintas. Adapun contohnya yang penulis amati di sepanjang jalan Banda Aceh-Meulaboh antara lain; 5Km Ada Sapi Didepan. Hati-hati ada pekerjaan. Jembatan ini Lagi Diperbaiki. Kawasan Bebas Parkir, dsb.
Kesalahan pada umumnya adalah pemakaian di sebagai imbuhan dan di sebagai kata depan. Yang mana seharusnya, di sebagai imbuhan ataupun kelas kata verba/kata kerja harus dituliskan serangkai semislanya; di+perbaiki ditulis diperbaiki. Sebaliknya di yang berfungsi sebagai kata depan/keterangan tempat ditulis terpisah contohnya; di+dalam, di+depan menjadi di dalam, di depan.
Sementara itu pada contoh di atas, Hati-hati ada pekerjaan, Jembatan lagi diperbaiki dan Kawasan bebas parkir. Kesalahan tersebut berupa kesalahan pemakaian diksi dan multitafsir
Pemeliraharaan kaidah bahasa sangat urgen dilakukan mulai dari sekarang. Ahli bahasa memiliki peranan penting di dalam ini, sudah selayaknya para linguis ini dilibatkan dalam setiap space yang menyangkut dengan olah kata. Pihak pemerintah maupun swasta sebaiknya membuka formasi untuk ahli bahasa dan menempatkannya itu di bagian humas untuk menelaah kesalahan berbahasa. Dengan hal ini nantinya, kesalahan yang terjadi bisa diminalkan. Dan lulusan dari pendidikan bahasa dan sastra indonesia tidak semuanya berorientasi pada guru.
Ke depan jika tidak dilibatkan secar
a penuh, ada baiknya peranan dari balai bahasa yang terdapat di daerah bisa dimaksimalkan dalam hal meminimalkan kesalahan berbahasa. Pihak advertising dan pengelola papan reklame haruslah menjalin kerjasama dengan balai bahasa. Sebelum iklan itu dicetak dan dipajang di publik haruslah mendapat rekomendasi dari pihak balai bahasa. Pihak balai bahasa yang nantinya akan melakukan pengecekan terhadap kalimat yang ada di iklan tersebut dan membenarkan struktur kalimat itu baik berupa leksikal maupun gramatikal sehingga tidak menjadi keambiguitas dan mencapai ekpektasi yang dinginkan.
Dan lebih bagusnya lagi, pekerja di Badan Pelayanan Perizinan Terpadu (BPPT) juga terdapat ahli bahasa, sehingga pihaknya tidak sekedar memberikan izin, akan tetapi juga mengecek kesalahan bahasa pada iklan yang akan diberikan izin. Dengan alternatif ini, keutuhan bahasa Indonesia bisa terjaga. Sehingga harmonisasi antara linguis dan pihak pemerintah terjalin baik dan tidak merasa kurang dilibatkan. Semoga!
0 komentar:
Post a Comment