Random Post
to show post by tag/label, fill tagName like this: ex:label blogger ---> tagName:"blogger" to show recent post change RandompostActive value to false like this : RandompostActive:false
Wednesday, 15 May 2013

23:56
Udin Pelor

Tak banyak orang mengetahui pemilik nama lengkap Mahyuddin Ismail, umumnya publik mengenalnya dengan sebutan Udin Pelor. Pria berciri khas rambut gondrong dan selalu mengenakan topi koboy ketika tampil pada acara tertentu, merupakan satu dari sekian banyak seniman yang masih eksis dengan mempertahankan seni tradisional Aceh. 

Udin Pelor mulai terjun ke dunia seni peran ketika masih berusia 18 tahun. Ia memulainya dengan menjadi pelawak jalanan, tanpa mempertimbangkan rupiah yang Dia peroleh selama menghibur penonton. Orang-orang kemudian mulai melirik bakatnya. Udin kemudian sering diundang di acara-acara resmi untuk melawak, misalnya di karnaval tingkat kecamatan untuk memperingati proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia.

Pada tahun 1963, Udin diundang untuk ikut bergabung dalam pentas Geulanggang Labu, kelompok sandiwara keliling asal Peusangan, Bireuen. Namanya tenar setelah ia berperan sebagai Udin. Di cerita itu, kawan-kawan Udin semua tertembak dan hanya ia yang selamat. Di sanalah nama pentas Udin Pelor tercipta. Aslinya Udin “seuh pelor”, yang berarti Udin sisa pelor.

“Bisa saya katakan menjadi seniman 75 persen duka dan sisanya hanya 25 persen senangnya. Saya sendiri bukan tertarik pada dunia seni. Tapi, saya terdampar,” ujar seniman kelahiran Peusangan, Bireuen, 6 Juni 1945 ini.

Hingga tahun 80-an, Gelanggang Labu eksis dan dikenal di seluruh Aceh. Pementasan sandiwara mereka ditunggu-tunggu. Tapi, konflik kemudian menggerus eksistensi Gelanggang Labu. Sejak reformasi tahun 1998, nama grup sandiwara ini tenggelam. Sejak itu pula, pesona Udin Pelor pelan-pelan meredup.

Udin lalu mencoba cara lain. Ia mengembangkan bakatnya di seni musik, tampil di jalanan hingga ke panggung. Ia juga menciptakan beberapa lagu, juga menjadi penyair. Ia juga sering diajak sebagai pembawa acara di beberapa eventkesenian Aceh.

Ada cerita. Suatu ketika ia sedang sakit. Seorang teman, yang tak tahu kondisi Udin Pelor, kemudian datang dan mengajaknya untuk tampil melawak. Karena sedang terdesak, butuh uang untuk anak dan istri, Udin setuju. Di pentas, Udin kemudian melawak sejadi-jadinya dan penonton suka. Udin berhasil menghibur, walaupun kemudian ia terkapar di belakang pentas.

“Itu cerita dulu. Sekarang saya sudah pensiun dari panggung,” kenang Udin Pelor.

Tapi ia belum benar-benar berhenti dari seni. Di waktu senggang, Udin Pelor giat menulis puisi dan lirik lagu Aceh. Beberapa lagu ciptannya sudah dipopulerkan penyanyi lokal. Begitu juga syair-syair, sudah pernah ia pentaskan.

Sekarang Udin Pelor sedang menggarap sebuah syair rabbani wahid dengan judul “Din Awai Din”. Ia akan mengumpulkan orang-orang bernama Din untuk diajak tampil dalam pementasan rabbani. Ia menjadi pelatihnya.

“Tujuan saya membuat group rabbani wahid, bukan untuk mentenarkan nama saya, tetapi saya ingin memajukan tanah kelahiran saya yakni Samalangan,”  

Selain itu, saat dijumpai Auto Bisnis di kediamannya di Jalan Rawa Sakti, No. 5A Peuniti, Udin Pelor mengatakan saat ini dirinya sedang mempersiapkan tembang barunya menyangkut bahaya narkoba. Aceh yang disebut-sebut negeri marijuana membuat Udin merasa khawatir tentang nasib remaja dimasa yang akan datang. Oleh karena itu, Udin merasa terpanggil untuk mengingatkan nasib merasa agar tidak terlena dengan narkoba. 

“Jika orang menjual ganja, maka ia akan mencantumkan nama Aceh, hal ini diyakini karena ganja Aceh rasanya mantap, saya merasa kasihan terhadap nasib remaja Aceh apalagi saat ini sudah ada lagi barang haram yang tingkat tinggi yakni shabu-sabu,” Katanya. 

Dalam buku hikayat karangan terbarunya Berjudul bek cet langet (jangan melukis di langit) meriwatkan seorang sahabat yang menjadi mafia narkoba. Dalem yang menjadi tokoh utama dalam ceritanya itu disebutkan menjadi Bandar narkoba di Jakarta. Dalem memilih berjualan barang haram tersebut karena meningat laba yang begitu besar, namun pada suatu razia Dalem berhasil ditangkap oleh aparat bea cukai dan dimasukkan ke dalam penjara. 

“Saat Dalem dijebloskan kedalam penjara, ia merasa tertidur selama 10 tahun sama halnya dengan kisah ashabul kahfi, setelah ia bebas dari penjara dalem kembali pulang ke kampung halamnnya dan menjadi ustad,” 

Salah satu larik sajak Aceh yang dibacakan udin berbunyi ; Masa le akai aka tinggai kenangan, masa pereman kagadoh teuga, Delem mafia ka dalam urongan, ka keunong hukoman sideh di Jakarta. (Saat sehat pikiran tinggal kenangan. Masa preman tinggal kenangan. Mafia Dalem sudah dijebloskan di penjara. Mendapat hukuman di Jakarta.  

Seniman panggung kelahiran tahun 1945 dikenal luas di Aceh pada tahun 80-an. Umumnya publik mengenalnya sebagai pelawak, pelakon dalam sandiwara dan musisi. Dikatannya, menjadi seniman berarti rela hidup susah menjadi seniman, berarti siap menjadi miskin. 

“Saya berharap kepada generasi muda janganlah lalai dimasa muda, karena masa produktif dimasa muda berpeluang sangat besar guna meniti karier sejak usia muda.” Pinta  Udin. 

Meski seluruh hikayatnya terbilang seratus persen siap divisualiasasikan namun saat ini, Udin terbentur dengan keterbatasan dana, Udin sangat berharap kiranya pihak Badan Nasional Narkotika (BNN) mau mengfilmkan hikayat ianya dari badget anggaran tahun 2013 nantinya. 

“Hikayat tersebut akan mudah dicerna bila dalam bentuk Video.” [Rahmad Nuthihar




0 komentar:

Post a Comment