Random Post
to show post by tag/label, fill tagName like this: ex:label blogger ---> tagName:"blogger" to show recent post change RandompostActive value to false like this : RandompostActive:false
Wednesday 6 November 2013

01:15
1. Meulancang (memasak garam).
Pekerjaan meulancang dilakukan oleh sebahagian penduduk  yang   mendiami daerah pinggir pantai terutama pada  masyarakat adat Aceh. Mereka mendirikan pondok-pondok kecil di pinggir laut yang disebut lancang. Pada  setiap lancang terdapat 2-3 buah kuali tempat memasak garam  yang  terdapat dari drom. Air  laut dimasukkan ke dalam kuali tersebut untuk dimasak. Setelah air  laut tersebut menguap  dan kering maka pada dasar kuali tinggallah garam yang mengkristal.
Petani garam foto/http://dkp.acehprov.go.id/

Di samping cara di atas terdapat suatu cara  atau  teknik memasak garam  yang lebih efisien lagi, yaitu  teknik teumireh. Pada  teknik ini  air   laut  yang akan dimasak tidak diambil dari air laut sembarangan. Para pemasak garam terlebih dahulu mempesiapkan sebidang areal yang  disiram beberapa kali dengan air laut. Pasir yang  kena Air  laut itu diuapkan dengan sinar matahari. Kemudian pasir tersebut diangkat dan dimasukkan ke dalam upih pinang  yang dibuat sedemikian rupa berbentuk kerucut. Lalu disiramkan  air laut ke atas pasir dalam kerucut  itu . Air   laut itu menetes ke luar melalui lobang yang terdapat pada bahagian bawah. Air yang  jatuh  atau air tetesan itu ditampung untuk dimasak. Air tiereh tersebut mengandung kadar garam yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan airlaut biasa.

2. Menangkap berbagai jennis siput
Cue (langkitang) dan kleung (lokan) adalah dua jenis binatang molluaca (lunak) yang digemari oleh masyarakat adat  Aceh. Binatang tersebut hidup di dasar kuala. Di daerah-daerah tertentu seperti Suak Seumaseh, Kualabatu, terdapat orang-orang yang kerjanya pergi menyelam mengambil kleung dan  Cue untuk dijual di samping dimakan.

3. Penjaja ikan.
Dalam masyarakat adat Aceh dan Jame terdapat juga sekelompok orang yang  mata pencahariannya menjajaikan, di daerah adat Aceh disebut mageungkot dan di daerah adat Jame disebut mugelauk. Para pemuge ini dengan berkendaraan sepeda yang dibelakangnya terdapat raga ungkot (ikan) sudah siap menunggu pukat yang berlabuh atau perahu kail. Ikan yang  mereka beli pada penangkap ikan tadi dibawa untuk diedar, dilever kepada konsumen dikampung-kampung.

4. Membelah papan.
Dalam masyarakat adat Aceh dan Jame terdapat sekelompok orang yang  bekerja pergi membelah kayu untuk keperluan alat-alat rumah di gunung-gunung. Pekerjaan ini di daerah adat Aceh disebut seumeuplah, Didaerah adat Jame disebut membalah. Mereka yang  bekerja membelah kayu ini pergi ke gunung dengan beberapa teman yang mempunyai mata pencaharian yang  sama. Pada jenis-jenis pekerjaan yang  agak berat seperti memotong atau menebang dan mengangkat kayu ke atas panggung (bantalan) tempat penggergajian balok dilakukan secara tolong menolong. Penggergajian dilakukansecara perseoransan. Sedangkan pembelah kayu yang  mempergunakan gergaji daun, tenaga penariknya dua orang.

5. Memanjat kelapa.
Dalam masyarakat adat Aceh dan Jame terdapat jugasekelompokorang yang  kerjanya mengambil upahmemanjat kelapa. Pekerjaan inidi daerah adat Aceh disebute kue dan di daerah adat Jame disebut naik karambie. Mereka itu menerima upah dalam bentuk buah kelapa, ya itu 2- 3 buah perbatang.

6. Penggalas yang mengikuti uroe ganto atau peukan (hari pasar).
Dalam masyarakat adat Aceh,Jame dan Tamiang terdapat sekelompok orang yang  kerjanya sebagai penjaja atau penggala yang  mengikuti hari pasaran. Mereka yang  bekerja pada bidang ini senantiasa membawa dan membeli barang-barang se tiap hari pasar sesuai dengan peredaran hari pasar secara bergilir yang  terdapat di beberapa desa.

7. Menarik getah.
Di daerah-daerah yang  banyak terdapat kebun para, seperti Seumanyam, Tamiang dan Singkil, didapati se kelompok orang yang  kejanya menarik getah. Di daerah Tamiang pekerjaani ini disebut deres, di daerah adat Aceh disebut sie geutah. Pekerjaan penarik getah ini sebetulnya mirip dengan buruh tani yang  mengambil upah pada pemilik kebun. Disamping itu tak jarang pula terjadi pembahagian hasil antara pekerja dengan pemilik kebun sesuai dengan jumlah getah yang diperolehnya. (Adat Istiadat Aceh. 1978. Syamsudin, Teku. Dkk. Banda Aceh: Proyek Penelitian dan Pencatatan Kebudayaan Aceh). 

0 komentar:

Post a Comment