“Hari gini masih mengendangkan takbir keliling kota, gk jamannya kali!” kata Rudy kepada Husen teman lamanya ketika masih bersekolah di SMA.
“Ya udahlah kalau kamu tidak berkenan, bagaimana kalau kita ke warung kopi aja untuk online,” Husen mengajak Rudy tatkala berbicara lewat phosel.
ilustrasi gambar/http://nationalgeographic.co.id/ |
“Oke aku setuju, kita berangkat sekarang. Aku jemput kamu kerumah.”
Perkampungan Suak Timah sepi, semua warga berkoloni berangkat ke kota dengan menaiki mini bus Chevrolet yang mereka sewa sebelumnya pada Pak Uma. Berbekal panci kuali dan kentongan mereka gunakan untuk menabuhnya. Warga setempat memang sangat antusias menyambut hari raya idhul fitry. bahkan untuk pergi ke kota bersama rekan yang lainnya. Tega– teganya mereka tidak mengandangkan kerbau peliharaanya.
Anak–anak asyik memainkan bedee trieng (Meriam Bambu). Tidak ketinggalan mercun dan pesta kembang api menghiasi permandangan angkasa.
Rudy dan Husen tiba di warung kopi, sembari membawa laptop masing–masing. Mereka memilih tempat duduk yang posisinya paling depan guna bisa menonton televisi. 2 gelas kopi hangat sebagai menu yang dipesan hitung – hitung menghangatkan suasana.
Di luar dugaan sebelumnya, warung kopi tersebut telah dikerumuni oleh orang–orang yang dahulu tiba.
“Benar kan, orang lebih suka online sekarang.”
“Memang perkataanmu tidak pernah salah rud.”
selama berada di warung kopi situs social yang paling banyak dikunjunginya adalah facebook,mengapa tidak disana mereka bisa menyapa teman – teman mereka yang berjauhan jarak. Berbeda dengan Husen yang hobinya memperkaya diri secara instan. Dia memilih memainkan poker. 2 teman ini berbeda paradigma tetapi keakrabanlah yang menyatukan mereka. Ketika sedang asyiknya berselancar di dunia maya. Sebuah pesan baru, masuk kehape hussen. Sungguh mengangetkannya manakala sedang berkonsentrasi penuh memainkan poker.
Dibuka perlahan pesan tersebut yang tercantum pengirimnya adalah toke Razak. Dalam pesan tersebut tertulis.
“Sebuah kabar duka, bus yang warga suak timah tumpangi mendadak bocor dalam perjalanan. Sehingga perjalanan kami tertahan sejenak tepatnya di desa Suak Nie. Kepada rekan yang jaraknya dekat dengan lokasi harap merapat.”
Ah, buat apa aku pikirkan. Lagian masih banyak orang yang akan membantunya. Ucap hussen kepada Rudy. Seraya menujukkan pesan singkat tesebut kearah rudy.
Peristiwa duka lainnya juga didapat pada status facebook temannya yang lain. Segaimana tertulis “Sial, mukaku terbakar gara – gara meriam sialan ini.”
Mereka tertawa terbahak – bahak tentunya, kerena tak lain status tersebut ditulis oleh rasyid. Ketika tadi siang mengajaknya bersama untuk membakar meriam bambu.
Hahaha…hahaaa.
“Semua orang ketimban sial ni,” cerutunya.
“Kan lumayan kita online tidak ada mudharatnya ni.”
Berselancar di dunia maya membuat mereka lupa akan waktu setempat. Jam telah menujukkan pukul 01.30 Wib. Lalu lalang kendaraan yang melintas sedikit menyepi. Mereka telah kembali ke desanya masing–masing. Hanya saja penikmat dunia malam yang masih mengerumuni di warung kopi ini. Lupa akan waktu tak sadar diri untuk beranjak pergi.
Kali ini giliran Rudy berteriak kegirangan, baru saja dia menemukan seorang teman di faccebook parasnya begitu cantik. Namanya adalah Lastri. Nama yang sama dimiliki ibunya. Hanya saja nama belakang yang berbeda. Beralamatkan desa cot darat bersebelahan dengan desa yang dia tinggal.
Mencoba terus menggali informasi dari wanita ini, dari sekian banyak foto yang diunggah oleh Lastri tidak ada satupun dia lewati. Hanya saja dia tidak menemukan nomor hape yang tercantum di profil facebook lastri. Meresa penasaran, dia mengajak obrolan dengan lastri.
“Kenalin, nama saya Rudy. Boleh minta nomor hapenya”.
“Boleh, sebelumnya ini siapa ya?" tanyanya.
“Rudy, tetangga desamu. Hehehe.”
“Owh… ni nomor hape Lastri 085277777212, jangan kasih tahu orang ya.”
Setali tiga uang perumpaaman yang mewakili perasaan Rudy saat ini. Tidak menyia–nyiakan kesempatan yang sudah ada. Dia mengajak Lastri untuk berjumpa besok sore di cafee harmoni untuk berkenalan lebih lanjut disana. Lastri juga menyetujui ajakan dari rudy.
Mereka kini kembali kerumah masing–masing. Kabar baik ini tidak disampaikan kepada Hussen karena dia takut bersaing dengannya. Keliatan raut wajah rudy begitu ceria. Hingga membuat husse bertanya padanya.
“Rud, keliatanya kamu senang banget, ada apa ya?”
“Ah, tidak apa – apa, teringat Rasyid kebakar meriam,” hehehe.
Sore hari pun tiba, seperti keinginan sebelumnya. Dia berangkat untuk menjumpai Lastri di café yang sebelumnya dia janjikan. Setiba di café tersebut. Lastri belum juga tiba. Tak menggurunkan niatnya. Dia mencoba mengirimi dia pesan. Bahwasanya dia telah tiba di café tersebut.
Jelang beberapa menit kemudian. Teman dekat dari Ruddy tiba, yaitu Hussen. Merasa heran tentunya. Dia tidak mengajak hussen kemari.
“Hahaha, makanya jangan online di malam lebaran bukannya takbiran entah.”
“Ah kamu rupanya Hussen yang mengaku Lastri!” Sial aku kena tipu olehmu.
Malam lebaran harusnya setiap insan mengumandangkan takbir, menyambut datangnya bulan shawal. Temanya hussen ini telah menyadarkan rudy, hidup di dunia ini buka semata untuk menikmati hiburan. Tetapi masih ada kewajiban seorang umat untuk taat kepada allah.
0 komentar:
Post a Comment